Aceh dalam belenggu
Politik dan Ekonomi
Adanya kepentingan politik dan ekonomi
sekelompok orang dipusat dan regional sangat mempengaruhi terhadap kehidupan
bandara dan pelabuhan di Aceh.Dugaan dan rumor yang berkembang adanya
kekhawatiran sekelompok pihak bila pelabuhan terluar aceh hidupdan berkembang
pesat,maka aktivitas ekspor-impor belawan akan menurun dan bangkrut.
Aceh yang kaya sumber daya
alam (SDA),terletak di selat malaka yang merupakan pintu perdangangan
dinia,mempunyai saran dan pra sarana yang relatif memadai,mempunyai anggaran
dana tahunan (APBA) yang besar dan proporsional, mempunyai aturan dan regulasi
(UUPA) yang memberikan kewenangan penuh sebagai daerah istimewa dan otonomi khusus yangmembedakan aceh dengan
daerah lain di indonesia. Begitu juga dengan “predikat Aceh daerah modal’.
Akan tetapi ,Aceh saat ini belum mampu menjadikan daerah mandiri
yang terlepas dari penganggura, kemiskinan,swasembada pangan/sembako.Malah
,sebaliknyasabgat tergantug dari daerah lain terutama medan,sumatra utara.
Realita,kelebihan dan keunngulan Aceh lain belum mampu di wujudkan demi
kemakmuran ,kesejahteraan,keadilan dan pembangunan/perkembangan dalam semua
sektor kehidupan.
Dari masa ke masa Aceh banyak
mengalami kemajuan dan perkembangan yang fluktuatif,ak-an tetapi tidak sedikit
pula kemunduran dan kemerosotan yang terjadi seiringdengan pergantian
pe-mimpin. Perubahan waktu,perbedaan pola pikir,gesekan kepentingan, dan
perubahan sistem dalam tatanan kehidupan masyarakat, dan berbagai faktor
lainnya.kaitan dengan hal di atas, ada beberapa poin penting yang menjadi
catatan penulis antara lain:
Pertama, Aceh
merupakan salah satu daerah di indonesi yang mempunyai Undang-Undang Pemerintah
Aceh (UUPA) yang memberikan hak istimewa dalam mengatur daerahnya sendiri. Akan
tetapi UUPA hanya sebatas teori tanpa aplikasi maksimal di lapangan akibat
belum adanya peraturan pemerintah (PP) dan aturan turunan lainnya,sehinnga 6
tahun berjalan Aceh belum mampu menun-jukkan perubahan yang signitifkan dalam
berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Bahkan, UUPA me-njadikan Aceh ibarat pesan kosong atau angin syurga
untuk meredakan konflik sesat antara Aceh dan pemerintah pusat Jakarta.
Kedua,Sabang merupakan
daerah perdagangan dan pelabuhan bebas,daerah terluar Aceh bahkan nusantara,terletak
di selat malaka yang merupakan pintu gerbang perdagangan dunia.Akan tetapi Sabang
belum mampu mengadakan aktivitas ekspor impor barangdan jasa lainnya akibat
bel-um terbitnya berbagai aturan atau regulasidari pemerintah pusat
jakarta.Padahal sabang sudah 10 tahun ditetapkan sebagai pelabuhan bebas.
Ketiga,Aceh mempunyai banyak pelabuhan dan bandara
domestik bertaraf internasional ya-ng memadai untuk kegiatan ekspor-impor
(pelabuhan bebas Sabang,Malahayati,Krueng Geukuh, Ku-ala Langsa,Jetty Meulaboh
juga bandara Internasional Sultan Iskandar Muda dan 10 bandara perintis
lainnya).namunsemua pelabuhan tersebut mengalami mati suri akibatnya mayoritas
produkp unggu-lan Aceh harus dieksporlewat pelabuhan medan,sehingga Aceh yang
punya barang,malah medan yang punya nama(nilai jual).
Kondisi tersebut sudah berlangsung lamafan di
ketahui oleh semua pihakdan pemangku jabatan
di Aceh.Namun sampai saat ini pemeritah aceh belum mampu mengubah
realita,adanya kepentingan politik dan ekonomi sekelompok orangdi pusat dan
regionalsangat mempengaruhi terhadap bandara dan pelabuhan di Aceh.Dugaan rumor
adanya kekhawatiran sekelompok pihak bilapelabuhan terluar Aceh hidup dan
berkembang pesat,maka aktivitasekspor-imporBelawan akan menurun dan bangkrut.
Keempat,acehyerletak di
ujung pulau sumatera,hanya satu jalur darat yang dapat di tempuh dari
Sumut,juga berhubungan langsung dengan Selat Malaka yang merupakan pintu
gerbang perda-gangan dunia.Jika saja aceh mampu melakukan memaksimalkan potensi
letak geografis,maka Aceh akan menjadi pintu gerbang utama(main gate)
ekspor-impor barang dan jasa kedareh lain di suma-tera bahkan
Nusantara.Sebaliknya aceh akan terus terisolasidan bergantung dari daerah
lain,teruta-ma Medan.
Kelima,minimnya
investasi,industri,dan pelaku bisnis di aceh akibat bebagai ken-dala seperti
faktor keamanan jaminan regulasidan kemudahan biokrasi,sarana dan pra-sarana
yang belum mema-dai dan lengkapaneh dan ironis berbagai industri raksasa di
aceh menjadi kolaps akibat tidak adanya bahan baku gas (KKA,PIM,AAF) dan lainn-ya.Padahal
ladang gas berada didaerah perusahaan tersebut, ibarat ayam mati dalam lambung
padi,lagi-lagi alasan faktor kepentingan politik dan ekonomi para pejabat yang
berwenang.
Keenam,Ace belum dijadikan seagai daerah sentral regional sumatra bagian
utara, karena itu sebagian besar kewenangan
biokrasi dan aturan, Aceh harus mengikuti dan tunduk kepada kantor pusat regional di Medan (Sumut) seperti PLN, Telkom, BBM/ el-piji, industri otomotif/
sepeda motor, PT Pos, Pelabuhan, bandara, balai bina marga, balai pelatihan dan
keterampilan tenaga kerjadan lain sebagainya.Ini menjadkan Aceh jauh dari
perhatiandan kepedulian pihak yang berwenang.
Ketujuh,sebagian besar pemenuhan kebutuhan pangan, sembako, industri,
elektronik,garmen, material bahan bangunan Aceh sangat tergantung pasokan dari
medan. Ini membuat ekonomi Aceh sangat di tentukan oleh medan seperti
kelangkaan, permainan harga,dan kepentingan lainnya. Sementara Aceh hanya bisa
menjual bahan baku mentah.produk daur ulang dan sebagian kecil hasil alam.
Kedelapan, sebagian besar
pengguna kenderaan bermotor(mobil dan sepeda motor) di Aceh menggunakan plat
nomor polisi daerah sumut (BK), Padahal pemiliknya orang Aceh, beroperasi di
Aceh, tinngal di Aceh,bisnisnya di Aceh, sementara membayar pajak ke Medan
(Sumut). Sungguh sangat merugikan Aceh terhadap pendapatan daerah dari sumber
pajak kendaraan bermotor.
Kesembilan, Aceh merupakan satu-satunya daerah yang menerapkan syariat Islam
dalam berbagai aspek kehidupan,mestinya aceh harus tampil beda,lebih maju,
aman, dan damai dari daerh lain. Adanya polisi Syariat(WH) hukum cambuk, ujian
bagi calon pemimpin Aceh,wajib memakai busana sopan dan menutup aurat di tempat
umum , papan nama instansi pemarintah bertulisan arab,belum cukup memadai
terhadap julu-kan’’daerah penerapan syariat islam”.
Akan tetapi
adakah situasi dan kondisi masyarakat Ae yang islami dalam bebagai aspek
kehidupan, sepeeti biokrasi yang bebas dari KKN, tempat ibadah (mesjid) yang di
penuhi jamaah dalam setiap waktu shalat, jeda aktivitas selama azan
berkumandang daerah aman dan damai dan lain sebagainya.Inilah yang belum
terjawab,sehinnga terkesan miris dan tidak ada bedanya dengan daerah lain.
Inilah beberapa point penting yang terasa aneh
dan mengganjal teradap kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan Aceh.Harapan
kepada pemimpin Aceh pihak berwenang,Ulama dan seluruh elemen masyarakat untuk
dapat bahu membahu, mendukung dan berkerja sama
,satu pandangan dan pola pikir guna segera mewujudkan Aceh meraih
kejayaan semasa Sultan Iskandar
Muda.Semoga segera menjadi realita.
No comments:
Post a Comment