Monday 24 September 2012

aceh dalam belenggu politik dan ekonomi


Aceh dalam belenggu Politik dan Ekonomi
Adanya kepentingan politik dan ekonomi sekelompok orang dipusat dan regional sangat mempengaruhi terhadap kehidupan bandara dan pelabuhan di Aceh.Dugaan dan rumor yang berkembang adanya kekhawatiran sekelompok pihak bila pelabuhan terluar aceh hidupdan berkembang pesat,maka aktivitas ekspor-impor belawan akan menurun dan bangkrut.
Aceh yang kaya sumber daya alam (SDA),terletak di selat malaka yang merupakan pintu perdangangan dinia,mempunyai saran dan pra sarana yang relatif memadai,mempunyai anggaran dana tahunan (APBA) yang besar dan proporsional, mempunyai aturan dan regulasi (UUPA) yang memberikan kewenangan penuh sebagai daerah istimewa  dan otonomi khusus yangmembedakan aceh dengan daerah lain di indonesia. Begitu juga dengan “predikat Aceh daerah modal’.
Akan tetapi ,Aceh saat  ini belum mampu menjadikan daerah mandiri yang terlepas dari penganggura, kemiskinan,swasembada pangan/sembako.Malah ,sebaliknyasabgat tergantug dari daerah lain terutama medan,sumatra utara. Realita,kelebihan dan keunngulan Aceh lain belum mampu di wujudkan demi kemakmuran ,kesejahteraan,keadilan dan pembangunan/perkembangan dalam semua sektor kehidupan.
Dari masa ke masa Aceh banyak mengalami kemajuan dan perkembangan yang fluktuatif,ak-an tetapi tidak sedikit pula kemunduran dan kemerosotan yang terjadi seiringdengan pergantian pe-mimpin. Perubahan waktu,perbedaan pola pikir,gesekan kepentingan, dan perubahan sistem dalam tatanan kehidupan masyarakat, dan berbagai faktor lainnya.kaitan dengan hal di atas, ada beberapa poin penting yang menjadi catatan penulis antara lain:
Pertama, Aceh merupakan salah satu daerah di indonesi yang mempunyai Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) yang memberikan hak istimewa dalam mengatur daerahnya sendiri. Akan tetapi UUPA hanya sebatas teori tanpa aplikasi maksimal di lapangan akibat belum adanya peraturan pemerintah (PP) dan aturan turunan lainnya,sehinnga 6 tahun berjalan Aceh belum mampu menun-jukkan perubahan yang signitifkan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.  Bahkan, UUPA me-njadikan Aceh ibarat pesan kosong atau angin syurga untuk meredakan konflik sesat antara Aceh dan pemerintah pusat Jakarta.
Kedua,Sabang merupakan daerah perdagangan dan pelabuhan bebas,daerah terluar Aceh bahkan nusantara,terletak di selat malaka yang merupakan pintu gerbang perdagangan dunia.Akan tetapi Sabang belum mampu mengadakan aktivitas ekspor impor barangdan jasa lainnya akibat bel-um terbitnya berbagai aturan atau regulasidari pemerintah pusat jakarta.Padahal sabang sudah 10 tahun ditetapkan sebagai pelabuhan bebas.
Ketiga,Aceh mempunyai banyak pelabuhan dan bandara domestik bertaraf internasional ya-ng memadai untuk kegiatan ekspor-impor (pelabuhan bebas Sabang,Malahayati,Krueng Geukuh, Ku-ala Langsa,Jetty Meulaboh juga bandara Internasional Sultan Iskandar Muda dan 10 bandara perintis lainnya).namunsemua pelabuhan tersebut mengalami mati suri akibatnya mayoritas produkp unggu-lan Aceh harus dieksporlewat pelabuhan medan,sehingga Aceh yang punya barang,malah medan yang punya nama(nilai jual).
Kondisi tersebut sudah berlangsung lamafan di ketahui oleh semua pihakdan pemangku jabatan  di Aceh.Namun sampai saat ini pemeritah aceh belum mampu mengubah realita,adanya kepentingan politik dan ekonomi sekelompok orangdi pusat dan regionalsangat mempengaruhi terhadap bandara dan pelabuhan di Aceh.Dugaan rumor adanya kekhawatiran sekelompok pihak bilapelabuhan terluar Aceh hidup dan berkembang pesat,maka aktivitasekspor-imporBelawan akan menurun dan bangkrut.
Keempat,acehyerletak di ujung pulau sumatera,hanya satu jalur darat yang dapat di tempuh dari Sumut,juga berhubungan langsung dengan Selat Malaka yang merupakan pintu gerbang perda-gangan dunia.Jika saja aceh mampu melakukan memaksimalkan potensi letak geografis,maka Aceh akan menjadi pintu gerbang utama(main gate) ekspor-impor barang dan jasa kedareh lain di suma-tera bahkan Nusantara.Sebaliknya aceh akan terus terisolasidan bergantung dari daerah lain,teruta-ma Medan.
Kelima,minimnya investasi,industri,dan pelaku bisnis di aceh akibat bebagai ken-dala seperti faktor keamanan jaminan regulasidan kemudahan biokrasi,sarana dan pra-sarana yang belum mema-dai dan lengkapaneh dan ironis berbagai industri raksasa di aceh menjadi kolaps akibat tidak adanya bahan baku gas (KKA,PIM,AAF) dan lainn-ya.Padahal ladang gas berada didaerah perusahaan tersebut, ibarat ayam mati dalam lambung padi,lagi-lagi alasan faktor kepentingan politik dan ekonomi para pejabat yang berwenang.
Keenam,Ace belum dijadikan seagai daerah sentral regional sumatra bagian utara, karena itu sebagian besar kewenangan  biokrasi dan aturan, Aceh harus mengikuti dan tunduk  kepada kantor pusat regional  di Medan (Sumut) seperti  PLN, Telkom, BBM/ el-piji, industri otomotif/ sepeda motor, PT Pos, Pelabuhan, bandara, balai bina marga, balai pelatihan dan keterampilan tenaga kerjadan lain sebagainya.Ini menjadkan Aceh jauh dari perhatiandan kepedulian pihak yang berwenang.
Ketujuh,sebagian besar pemenuhan kebutuhan pangan, sembako, industri, elektronik,garmen, material bahan bangunan Aceh sangat tergantung pasokan dari medan. Ini membuat ekonomi Aceh sangat di tentukan oleh medan seperti kelangkaan, permainan harga,dan kepentingan lainnya. Sementara Aceh hanya bisa menjual bahan baku mentah.produk daur ulang dan sebagian kecil hasil alam.
Kedelapan, sebagian besar pengguna kenderaan bermotor(mobil dan sepeda motor) di Aceh menggunakan plat nomor polisi daerah sumut (BK), Padahal pemiliknya orang Aceh, beroperasi di Aceh, tinngal di Aceh,bisnisnya di Aceh, sementara membayar pajak ke Medan (Sumut). Sungguh sangat merugikan Aceh terhadap pendapatan daerah dari sumber pajak kendaraan bermotor.
Kesembilan, Aceh merupakan satu-satunya daerah yang menerapkan syariat Islam dalam berbagai aspek kehidupan,mestinya aceh harus tampil beda,lebih maju, aman, dan damai dari daerh lain. Adanya polisi Syariat(WH) hukum cambuk, ujian bagi calon pemimpin Aceh,wajib memakai busana sopan dan menutup aurat di tempat umum , papan nama instansi pemarintah bertulisan arab,belum cukup memadai terhadap julu-kan’’daerah penerapan syariat islam”.
Akan tetapi adakah situasi dan kondisi masyarakat Ae yang islami dalam bebagai aspek kehidupan, sepeeti biokrasi yang bebas dari KKN, tempat ibadah (mesjid) yang di penuhi jamaah dalam setiap waktu shalat, jeda aktivitas selama azan berkumandang daerah aman dan damai dan lain sebagainya.Inilah yang belum terjawab,sehinnga terkesan miris dan tidak ada bedanya dengan daerah lain.
Inilah beberapa point penting yang terasa aneh dan mengganjal teradap kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan Aceh.Harapan kepada pemimpin Aceh pihak berwenang,Ulama dan seluruh elemen masyarakat untuk dapat bahu membahu, mendukung dan berkerja sama  ,satu pandangan dan pola pikir guna segera mewujudkan Aceh meraih kejayaan  semasa Sultan Iskandar Muda.Semoga segera menjadi realita.